OPINI 5 MARET 2021
Wiwit Kurniawan, S.Pd., M.A
Dosen Prodi Pendidikan Ekonomi
Universitas Pamulang

Opini– Munculnya Era globalisasi telah mengubah cara hidup masyarakat dunia. Globalisasi dimulai ketika terjadi revolusi ekonomi dan ilmu pengetahuan, yang ditandai dengan perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi. (Suyanto,2013:93) Dengan perkembangan tersebut, sekat-sekat wilayah menjadi hilang dan manusia semakin intensif dalam berinteraksi. Interaksi yang terjadi meliputi berbagai bidang, termasuk politik, kebudayaan dan ekonomi. Tidak hanya konstelasi politik dan akulturasi kebudayaan, globalisasi membawa manusia ke era perdagangan bebas.
Globalisasi adalah kebebasan dan keluesan lalu lintas barang, jasa, modal kapitalis yang menerobos batas-batas Negara, wilayah, serta adat istiadat dan budaya (Suyanto,2013:93). Dengan kemudahan tersebut, persaingan ekonomi akan semakin kuat dan gencar. Korporasi internasional semakin mendominasi pasar dan akhirnya, ekonomi domestik yang lemah akan modal semakin tersingkir. Globalisasi yang berkelindan dengan pasar bebas, alih-alih membawa kemakmuran, tanpa dukungan Negara, sistem perekonomian dalam sekala mikro dan kecil hanya akan menjadi mangsa korporasi multinasional.
Dengan dimulainya AFTA (Asian Free Trade Area) pada tahun 2015 di Indonesia, perekonomian telah memasuki kancah baru. Sebuah kesempatan emas yang terbuka lebar, namun sekaligus ancaman yang bisa merobohkan perekonomian rakyat. Ada beberapa permasalahan yang membuat perekonomian Indonesia belum siap untuk menghadapi era perdagangan bebas. Hal ini karena lemahnya koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, dan kurangnya daya saing UMKM sebagai basis utama perekonomian rakyat.
Data dari UKM Center UI, menyebutkan bahwa UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia yang kuat hanyalah 10–16% dari 53 juta, itu pun di sektor informal (Tedjasuksmana,2014:191). UMKM (Usaha Kecil Mikro dan Menengah) merupakan bagian terbesar (99,9%) dari dunia usaha yang ada di Indonesia, selain itu UMKM merupakan bagian terbesar dari dunia usaha yang mampu menyerap 96,1 % dari tenaga kerja (Situmorang,2015:88). Namun sangat disayangkan bahwa kondisi usaha kelompok ini dapat dikatakan belum berkembang secara baik. Indikator yang muncul atas permasalahan tersebut adalah rendahnya pertumbuhan modal dan lemahnya pertumbuhan omzet usaha. Pertumbuhan modal hanya berkisar antara 8,4% sampai dengan 14,8 %, sedangkan inflasi berkisar antara 9,2% sampai dengan 12,6 %, sedangkan omzet hanya berkisar antara 11,3% sampai dengan 18,2 % dan pertumbuhan keuntungan/ laba hanya berkisar antara 10,9% sampai dengan 15,3 %. (Situmorang,2015:88).
Tidak berkembangnya Koperasi dan UMKM di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama adalah kurangnya campur tangan pemerintah dan dinas terkait dalam pengembangan usaha rakyat ini. Kedua, lemahnya sumber daya dalam koperasi dan UMKM sehingga tata kelola kurang baik dan kurangnya penggunaan teknologi terkini. Ketiga, institusi pendidikan kurang dilibatkan secara aktif dan masif dalam pengembangan koperasi. Dan terakhir adalah belum munculnya budaya koperasi dalam masyarakat kita.
Menurut data Dinas Koperasi dan UMKM provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2017 di triwulan pertama jumlah koperasi sebanyak 28.401, hal ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 28.460. Selain itu, masih terdapat 5.120 koperasi di Jawa Tengah yang masuk dalam kategori tidak aktif. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai bentuk usaha rakyat yang konstitusional belum mendapat perhatian yang layak dari pemerintah dan dinas terkait.
Koperasi dan UMKM nampaknya belum bersinergi dengan kemajuan teknologi dan perubahan jaman. Dalam era sekarang ini, globalisasi menyebabkan aktivitas ekonomi mengalami pergeseran ke sektor jasa yang lebih mengandalkan pegetahuan/intensive knowledge (Suyanto,2013:93). Selain lemah dalam jumlah dan kualitas, koperasi dan UMKM yang ada di Jawa Tengah sebagian besar masih bergerak dalam ranah produksi. Hanya 11,95% UMKM yang mendapat pembinaan yang bergerak dalam bidang jasa. Hal ini membuat daya saing koperasi dan UMKM semakin lemah dalam era pasar bebas.
Institusi pendidikan dan kesadaran masyarakat merupakan faktor kunci dalam mengembangkan ekonomi rakyat mandiri yang berbasis koperasi. Koperasi memang masuk kedalam kurikulum sekolah dan diajarkan secara luas, namun dalam segi prakteknya, bagaimana mendorong para siswa dan akademisi untuk membentuk koperasi yang kuat dan berdaulat masih minim. Koperasi sekolah sejauh ini belum dikelola dengan baik dan belum serius dalam pengembangan usaha. Di samping itu, masyarakat Indonesia belum memiliki kesadaran untuk melakukan usaha bersama dan berkoperasi. Belum ada kesadaran bahwa koperasi bisa menjadi solusi dalam perekonomian yang predatoris dan cenderung merugikan kaum kecil.
Tantangan atau kecenderungan yang paling besar yang dihadapi adalah globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi/otonomisasi, serta menghindari terjadinya krisis pangan, energi dan dampak resesi dunia menjalar ke perekonomian nasional. Pada sisi lain, kita menyadari akan posisi dan kondisi koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah (KUMKM) yang membutuhkan berbagai dukungan dalam pengembangannya. (Dipta,2015:65). Kemajuan suatu Negara dan kewibawaan Negara dalam kancah global ditentukan oleh kemakmuran rakyatnya. Perekonomian rakyat yang berlandaskan nilai-nilai luhur budaya Indonesia dan konstitusi Negara adalah koperasi. Oleh karena itu, pengembangan koperasi dan usaha kecil merupakan syarat mutlak untuk membangun perekonomian nasional yang tangguh, mandiri, berdaulat dan berkeadilan.
Permasalahan tentang koperasi dan UMKM merupakan persoalan yang kompleks dan tidak bisa diselesaikan melalui satu perspektif saya. Tinjauan multidimensi diperlukan untuk mendorong terbentuknya masyarakat koperasi Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera. Ada empat komponen pembangunan yang perlu dilibatkan, yakni People (masyarakat), Pemerintah, dan Pendidikan.
Permasalahan terkait Lemahnya Kualitas Sumber daya manusia dan Manajerial Koperasi dan UMKM, perlu adanya peningkatan kualitas bagaimana tata kelola keuangan dan manajerial. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan tentang ilmu mananjen dan keuangan, membuat banyak koperasi tidak memiliki kualitas yang layak. Oleh karena itu, kita perlu pendidikan dan penyuluhan bagaimana melakukan pembukuan, tata kelola usaha kecil dan penyusunan proposal modal usaha, sehingga peserta memiliki pengetahuan yang bisa diaplikasikan dalam peningkatan kualitas pengelolaan koperasi dan UMKM.
Dalam permasalahan kurangnya kesadaran masyarakat untuk membangun koperasi dan UMKM, perlu dibangun konsep “Masyarakat Koperasi”. Kita perlu peran serta masyarakat dan kesadarannya dalam pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan. Konsep masyarakat koperasi adalah masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya membangun koperasi sebagai usaha bersama dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terkait permasalahan kurangnya Perhatian Pemerintah dalam pengembangan Koperasi dan UMKM, perlu adanya koordinasi dan masukan untuk pemerintah dan dinas terkait. Oleh karena itu, kita perlu merumuskan bagaimana peran pemerintah dalam membangun koperasi dan UMKM, serta hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mengiplementasikan program kerja terkait hal tersebut. Dengan kajian tersebut diharapkan akan menambah wawasan peserta tentang adanya program-program pemerintah terkait koperasi serta memunculkan masukan yang membangun untuk pemerintah agar ditindaklanjuti.
Tentang permasalahan Kurangnya dukungan institusi pendidikan dalam pengembangan koperasi dan UMKM, perlu digalang kesadaran bagi sekolah sebagai penyokong koperasi dan UMKM. Kita harus memiliki kesadaran atas urgensi sekolah dan institusi pendidikan dalam ikut serta membangun ekonomi masyarakat. Sekolah tidak hanya sekedar penyampaian dan pengajaran materi terkait koperasi saja, namun merupakan sekaligus laboratorium dan agen pendiri koperasi. Dengan dukungan sekolah dan warga sekolah, koperasi dan UMKM bisa berkembang dengan baik dan bersinergi dengan elemen pembangunan yang lain.
Koperasi adalah usaha milik bersama dan berasas kekeluargaan. Oleh karena itu, dalam memajukan koperasi, dan juga UMKM, perlu usaha bersama setiap elemen masyarakat yang ada. Karena koperasi dan UMKM adalah tubuh dan sekaligus ruh perekonomian Indonesia, maka untuk membangun perekonomian Indonesia yang maju dan makmur, koperasi dan UMKM adalah target utama pembangunannya.
Daftar Rujukan
Dipta, I. W. (2015). Strategi Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Melalui Kerjasama Kemitraan Pola CSR. Infokop, 16(30).
Data Koperasi Provinsi Jawa tengah. (2017, Mei). Retrieved Oktober 20, 2017, from Dinkop-umkm Jatengprov: http://dinkop-umkm.jatengprov.go.id/assets/upload/files/DATA%20KOP%20prov%20TW%20I%202017.pdf
Situmorang, J. (2015). Strategi UMKM dalam menghadapi iklim usaha yang tidak kondusif. INFOKOP, 16(30).
Suyanto, B. (2013). Sosiologi ekonomi: kapitalisme dan konsumsi di era masyarakat post-modernisme. Jakarta: Kencana.
Tedjasuksmana, B. (2014). Potret UMKM Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.