Open Minded?

OPINI 18 Maret 2021

Edi Mulyanto
Dosen Pendidikan Ekonomi Unpam

Opini- Pemahaman makna dari  open minded (Openness of thinking) dapat diartikan sebagai “berpikiran terbuka (keterbukaan pikiran)”. Keterbukaan pikiran merupakan karakteristik yang melibatkan input terhadap beragam ide, argumen, dan informasi. Berpikiran terbuka umumnya dianggap sebagai kualitas positif. Ini adalah kemampuan yang diperlukan untuk berpikir kritis dan rasional.

Pentingkah itu  “Open Minded” ?

Apabila kita tidak welcome atau terbuka terhadap ide dan perspektif lain, maka sulit untuk melihat semua faktor yang berkontribusi terhadap masalah atau menghasilkan solusi yang efektif.

Di era yang semakin terpolarisasi, mampu melangkah keluar dari zona nyaman dan menganggap perspektif dan ide lain adalah penting.

Namun demikian, tidak berarti bahwa berpikiran terbuka itu mudah. Bersikap terbuka terhadap ide dan pengalaman baru kadang-kadang dapat menyebabkan kebingungan dan disonansi kognitif ketika kita mempelajari hal-hal baru yang bertentangan dengan kepercayaan yang ada.

Mampu mengubah dan merevisi kepercayaan yang sudah ketinggalan zaman atau salah adalah bagian penting dari pembelajaran dan pertumbuhan pribadi.

Kutipan dari tulisan ini menarik untuk disimak :

Pintar, tetapi Tertutup

Rhenald Kasali – Ketua Program Magister Manajemen Universitas Indonesia

Dalam buku Genom, yang ditulis Matt Ridley, ada nama Joe-Hin Tjio. Disebutkan, Joe, orang Indonesia, telah berperan penting dalam upaya manusia mengurai sandi-sandi yang tersimpan dalam DNA.

Upaya yang dilakukan tahun 1955 itu telah menjembatani karya spektakuler Francis Crick dan James Watson (penemu teori DNA dalam genetika biologi) dengan turunannya, yaitu genetika perilaku. Bersama Albert Levan, Joe-Hin Tjio berhasil mengurai bahwa genetika manusia terdiri atas 23 pasang sel kromosom, bukan 24, seperti dimiliki spesies kera. Proses evolusi menggabungkan dua pasang kromosom kera pada kromosom dua sehingga terwujud sosok manusia. Demikian dijelaskan pakar teori evolusi yang menyaksikan perbedaan pada kromosom dua itu, yang tampak pada pola pita-pita hitam.

Berkat temuan itu, kini para ahli berhasil membaca karakter-karakter apa yang disimpan pada setiap pasang dari 23 sel kromosom manusia, mulai dari kecerdasan, konflik, stres, kepribadian, seks, sampai kemampuan merakit diri.

Bibit-bibit pintar

Joe-Hin Tjio adalah fakta pintarnya orang-orang asal Indonesia. Fakta-fakta lain, diurai Prof Yohanes Surya, yang berhasil mengibarkan bendera Indonesia di antara pelajar asing yang bertarung dalam Olimpiade fisika.

Yohanes Surya telah membawa putra- putri asal Irian Jaya, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, sampai Pulau Jawa, yang ternyata tidak kalah pintar dengan pelajar asing. Padahal, kalau kita jujur, berapa besar investasi yang ditanamkan di bidang pendidikan dibandingkan dengan investasi serupa di negara-negara blok Timur.

Dalam bidang bisnis, putra-putri Indonesia juga tidak kalah pintar. Pada akhir abad ke-20, dua kakak-beradik, Sehat dan Pantas Sutarya, terpilih sebagai orang terkaya di bawah usia 40 tahun di Amerika Serikat. Dua alumnus SMA Kanisius, Jakarta, itu diketahui merantau ke AS sekitar tahun 1980-an dan bersekolah di kampus bergengsi di sana, lalu melakukan penemuan spektakuler di bidang teknologi informasi dan berhasil mengapitalisasinya melalui pasar modal.

Di mana-mana di Indonesia, orang menginginkan anak-anaknya menjadi juara kelas. Perbincangan di kalangan orangtua yang menjemput anak-anaknya di berbagai sekolah (khususnya sekolah dasar) juga tidak lebih dari soal prestasi belajar. Melalui pertanyaan, apa yang membuat para ibu/bapak bangga terhadap anak- anaknya, selalu dijawab: juara kelas.

Keinginan itu dijawab sejumlah pedagang. Mereka menawarkan kursus-kursus berhitung, buku, bahkan aneka seminar yang menjanjikan anak-anak bisa diubah seketika menjadi super-rajin dan superpintar. Bahkan, ada yang menjanjikan dua hal sekaligus: pintar dan cepat kaya.

Terbuka dan kreatif

Kepintaran seseorang dalam dunia akademis bukan penentu tunggal dalam kesuksesan hidup. Bahkan, bukan itu pula tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah untuk memperbaiki cara berpikir seseorang, sekaligus membebaskan manusia dari berbagai belenggu mitos yang mengikatnya. Prosesnya pun panjang, antara 12-18 tahun. Dalam rentang waktu panjang itu sulit ditemui orang yang begitu persisten, pandai secara akademis.

Sejarah menemukan ada orang-orang yang memiliki pola bekerja dan belajar seperti mesin diesel, yang panasnya memerlukan waktu. Lebih mengagetkan lagi, mereka yang pintar secara akademis belum tentu pintar di dunia bekerja.

Dalam hukum genetika perilaku, unsur-unsur pembentuk kepribadian manusia tersimpan dalam bentuk sandi-sandi. Salah satu unsur penting dalam sandi itu adalah huruf O yang mengandung makna keterbukaan (Open mind atau Openness to experience). Dengan demikian, kita mengenal dua jenis manusia pintar.

Pertama, orang-orang pintar yang dikenal sebagai wirausaha sukses yang berhasil membangun berbagai perusahaan besar dan penerima hadiah nobel diketahui memiliki unsur O amat tinggi. Mereka memiliki banyak minat, terbuka terhadap hal-hal baru, kritis, imajinatif, cenderung fleksibel, dan menyukai originalitas.

Kedua, kepintaran mereka berbeda dengan orang-orang yang suka menghabiskan waktu sia-sia sejak di SD yang hanya mengejar nilai tinggi di sekolah. Mereka ini memang pintar, tetapi unsur O mereka bisa jadi amat rendah. Banyak ditemui orang-orang, yang meski berpendidikan tinggi, cenderung reaktif, defensif, bahkan dogmatik. Meski tidak semua orang pintar bersikap demikian, orang-orang yang tertutup punya kecenderungan seperti ini.

Akibatnya, mereka amat resisten dengan hal-hal berbau pembaruan. Bahkan, mereka ingin cepat menyerang, bukan memikirkan atau memeriksa segala hal yang bertentangan dengan pendapatnya atau ilmu yang dianutnya. Mereka tidak welcome terhadap fakta-fakta baru, bahkan cenderung menyangkalnya. Orang-orang seperti ini, meski track-record sekolahnya terbilang pandai dan kemampuan berteorinya tinggi, adalah orang-orang yang tertutup sehingga kurang adaptif.

Jika sebuah institusi dipimpin atau banyak dipimpin oleh orang-orang pintar tipe kedua, dapat dibayangkan apa yang bakal terjadi dengan masa depan institusinya. Kinerjanya akan terus merosot, penerimaan publik dan respek terhadapnya berkurang, tetapi oknum-oknum pintar itu selalu menyangkalnya.

Kenyataan ini berbeda dengan berbagai organisasi yang dipimpin orang-orang yang memiliki cara pandang yang terbuka (pintar tipe pertama). Orang-orang dengan sandi O yang tinggi ini terlihat demikian bergairah mengeksplorasi hal-hal baru dan cenderung kreatif. Mereka juga bukan pemarah yang mudah larut dimakan gosip, tetapi pemberani yang mewujudkan impian baru di masa depan.

Kita perlu memikirkan kembali makna pembelajaran, yaitu apakah untuk membebaskan diri dari berbagai belenggu dengan cara lebih terbuka, atau hanya untuk memintarkan secara akademis. Tentu jauh lebih baik membebaskan mereka dari ketertutupan daripada membesarkan orang- orang pintar, tetapi otaknya tertutup. Seperti kata Albert Einstein, “Ukuran kecerdasan manusia sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk berubah.” Itulah makna kecerdasan, yang terkait erat dengan keterbukaan dalam berpikir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Mental Bahari di Mana Kini?

Ming Mar 21 , 2021
Depok– tangseldaily.com. Indonesia adalah negara maritim yang memiliki 17.162 pulau, membentang dari Sabang sampai Marauke. Pada masa lalu, Kerajaan di Nusantara seperti Majapahit dan Sriwijaya menjadi kekuatan maritim dunia yang tangguh. Gugusan pulau di Nusantara bisa disatukan karena memiliki gagasan Bahari. Laut adalah penghubung antar pulau, bukan pemisah. Namun saat […]
silhouette photo of man with backpack standing in seashore during golden hour

You May Like