OPINI 09 APRIL 2021
Penulis: Oktavian Aji Tyas Azis
Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Pamulang
Opini– Malas. Kata tersebut adalah musuh besar bagi kebanyakan orang di dunia ini, termasuk saya. Malas sendiri adalah sebuah proses pengambilan keputusan untuk tidak melakukan usaha apa pun. Malas dapat menjadi bumerang bagi diri kita sendiri, karena dengan bermalas-malasan tugas atau pekerjaan yang seharusnya kita kerjakan dengan segera, namun kita memilih untuk menunda, sehingga dari tugas atau pekerjaan itu yang tidak selesai membuat kita hanya memikirkan tugas atau pekerjaan tersebut, dan akhirnya dari malas tersebut dapat berujung ke penyakit mental.
Malas sendiri sebetulnya adalah kebiasaan yang dibentuk oleh diri kita sendiri. Menurut Dollard & Miller, psikologi asal AS, perilaku manusia terbentuk karena faktor kebiasaan. Oleh karena itu jika kita terbiasa menunda pekerjaan, hanya rebahan bermain gadget sambil scroll-scroll halaman Instagram dan bermain mobile legends, maka kebiasaan itu akan terbentuk dan menjadikan kita sebagai pribadi yang malas dan membuat kita tidak ingin meninggalkan zona nyaman kemalasan yang telah kita buat sendiri.
Dari paparan di atas, dapat dikatakan habit malas dapat membuat mindset kita menjadi malas pula. Ketika mindset malas kita sudah terbentuk, pastinya diri kita akan tenggelam dalam laut kemalasan dan akan sulit untuk meraih permukaannya kembali, dibutuhkan usaha dan niat yang gigih untuk kita dapat meraih permukaan itu, dan caranya adalah dengan mengubah habit. Memang, mengubah kebiasaan itu tidak semudah membalik telapak tangan, namun ketika kita sudah berhasil mengubahnya, pastinya banyak keuntungan yang dapat kita peroleh.
Ketika SMK kelas 1 saya adalah pribadi yang malas, kegiatan saya hanya nongkrong, main game dan rebahan. Dari kemalasan itu membuat saya tidak fokus ketika guru sedang menerangkan pelajaran, karena pikiran saya teralihkan dengan game yang ingin saya mainkan, alhasil nilai sekolah saya menjadi jelek.
Namun beranjak ke SMK kelas 2 saya mulai tersadar bahwa kebiasaan ini buruk bagi saya dan massa depan saya. Namun ada momentum dimana membuat saya sadar, bila saya melanjutkan kebiasaan malas ini maka saya akan berakhir dengan pekerjaan ini (penjaga toko). Momentum tersebut ketika saya PKL (Prakatek Kerja Lapangan), ketika saya PKL saya mendapat tempat di salah satu toko di mall harco mangga dua (mall tersebut adalah mall yang menjual macam-macam alat elektronik, terutama peripheral komputer). Saya melamar PKL di sana karena saya berasal dari jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, dimana ekspektasi saya ketika saya magang di sana, saya dapat jobdesk sebagai teknisi komputer (memperbaiki komputer), walaupun kemampuan saya masih sangat buruk ketika memperbaiki komputer.
Namun nyatanya di tempat tersebut jobdesc saya adalah sebagai penjaga toko, benar-benar di luar ekspektasi saya sebelumnya. Di hari pertama saya PKL, saya dihadapkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang amat sangat berat bagi saya yang baru pertama kali kerja. Pertama, ketika saya sampai di toko, saya disuruh membuka toko bersama pegawai lainnya, sehabis itu saya dan teman saya dibagi tugas untuk menyapu dan mengepel toko, bahkan beranjak siang saya, teman dan salah satu pegawai lainnya disuruh bos saya ke gudangnya untuk memindahkan barang-barang ke mobil pickup yang nantinya barang tersebut akan dibawa ke toko, dimana saya yang baru kelas 2 SMK belum mengenal apa itu kerja, langsung dihadapkan langsung dengan pekerjaan yang cukup berat. Disitu saya berfikir apakah saya dapat bertahan dengan pekerjaan seperti ini ke depannya? Pekerjaan yang hari masuk kerjanya adalah senin – sabtu, masuk jam 9.30 pagi sampai dengan jam 7 malam, ditambah perjalanan pulang sekitar 1 jam untuk sampai di rumah.
Dari momentum tersebut saya mulai tersadarkan bahwa saya harus menjadi lebih rajin dan pintar agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ke depannya. 1 Bulan berlalu; saya berhasil menjalankan PKL yang berat, dari titik itu saya mulai sedikit demi sedikit megubah kebiasaan. Pertama saya awali dengan untuk tidak nongkrong lagi, lalu menghapus game yang biasa saya mainkan. Awalnya terasa berat menjalankannya karena sudah menjadi habit saya sebelumnya, namun saya harus bisa menjalankan ini semua demi massa depan yang lebih cerah.
Setelah berhasil tidak bermain game dan nongkrong, saya mulai perubahan-perubahan kecil lainnya; saya mulai untuk mengerjakan PR saya sendiri, karena sebelumnya ketika ada PR saya selalu mengerjakannya di sekolah dengan menyalin PR milik teman saya.
Dari perubahan-perubahan kecil yang saya coba dan saya berhasil menjalankannya, saya mencoba perubahan yang cukup besar menurut saya yaitu: belajar mandiri dengan menonton youtube untuk pelajaran matematika, dimana saya sedikit lemah di pelajaran tersebut. Saya belajar mandiri demi mengejar ketertinggalan saya di kelas 1 SMK dan menjadi persiapana saya ketika UN. Alhasil dari upaya saya dalam berubah tersebut nilai UN saya menjadi nilai rata-rata tertinggi di kelas saya, dimana dari kelas 1 – 3 SMK saya sama sekali tidak pernah merasakan ranking 3 besar, namun akhirnya terbayar di akhir. Walaupun nilainya tidak bagus dan juga perubahannya tidak signifikan, namun menurut saya ini menjadi titik perkembangan yang baik dari apa yang telah saya lakukan untuk mengubah kemalasan saya.
Oleh karena itu, dari hasil perubahan-perubahan kecil yang telah berhasil saya lewati, hingga sekarang ini, habit saya mulai terbentuk menjadi lebih baik, saya mulai menjadi rajin belajar mandiri (otodidak), saya lebih sering membaca buku atau artikel-artikel di internet, dan karena habit tersebut sudah terbentuk, sekarang ini saya melakukan itu semua tanpa beban, atau saya melakukan itu semua secara otomatis dan pastinya habit tersebut tertanam dalam mindset saya.
Dan, benar adanya, menurut psikologi bahwa habit dapat membentuk mindset kita. Proses habit itu terbentuk adalah dengan trial and error maksudnya dari percobaan dan gagal akan menghasilkan feedback loop dibalik perilaku manusia; mencoba, gagal, belajar, mencoba cara yang beda. Dengan latihan seperti itu, hal yang tidak berguna akan hilang dan hal yang berguna akan terbentuk dan ini adalah bagaimana habit terbentuk.
Menurut Jason Herha sebagai ahli human behavior menulis, “Habit adalah solusi yang dapat diandalkan untuk masalah yang berulang di environment kita”. Artinya, kapanpun kita menghadapi masalah secara berulang, otak kita mulai secara otomatis memproses untuk memecahkan masalah tersebut. Habit kita adalah sebuah mindset yang tertanam di otak kita sebagai bentuk solusi otomatis atas masalah yang kita hadapi.
Untuk menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan dan cerita di atas, saya mengutip kalimat yang pas dari buku Atomic Habits karya James Clear. Dikatakan “jika kamu sekarang menabung sedikit, kamu tetap bukan seorang jutawan. Jika kamu pergi ke gym 3 hari berturut-turut, badanmu memang masih belum terbentuk. Jika kamu belajar bahasa Mandarin 1 jam semalam, kamu masih belum belajar bahasanya. Kita membuat beberapa perubahan, tetapi hasilnya tidak akan datang dengan cepat dan kita akan tetap berjalan dengan rutinitas yang ada”. Artinya ketika sudah memulai suatu kebiasaan yang baik secara terus menerus dan walaupun hasilnya belum terlihat, namun setidaknya kita telah berhasil mengubah kebiasaan buruk kita menjadi kebiasaan baik, dan cepat atau lambat hasilnya pasti akan kita tuai.