Kita Punya Tuhan; Untuk Kita Renungkan

OPINI 11 Agustus 2021
Penulis: Amanudin, S.Pd, MM

person holding a mug
Photo by cottonbro on Pexels.com

OPINI- “Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih, Suci lahir dan di dalam batin, Tengoklah ke dalam sebelum bicara, Singkirkan debu yang masih melekat, Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya, Kita mesti tabah menjalani, Hanya cambuk kecil, agar kita sadar, Adalah Dia di atas segalanya, Anak menjerit-jerit, Asap panas membakar, Lahar dan badai menyapu bersih, Ini bukan hukuman, Hanya satu isyarat, Bahwa kita mesti banyak berbenah, Memang bila kita kaji lebih jauh, Dalam kekalutan masih banyak tangan, Yang tega berbuat nista, Tuhan pasti telah memperhitungkan, Amal dan dosa yang kita perbuat, Ke manakah lagi kita ‘kan sembunyi?…., Hanya kepada-Nya kita kembali, Tak ada yang bakal bisa menjawab, Mari hanya runduk sujud pada-Nya. Kita mesti berjuang memerangi diri, Bercermin dan banyaklah bercermin, Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini, Berusahalah agar Dia tersenyum”. (sang Maestro Ebiet G. Ade).

Merenungi syair indah sang maestro di atas jika dikaitkan dengan kondisi saat ini yaitu pandemi yang belum usai kiranya cukup relevan, kita harus introspeksi diri perbanyak mengok ke dalam (diri kita masing-masing) mungkin banyaknya debu yang harus kita bersihkan agar suci lahir dan batin, kita harus berbenah untuk menyongsong sebuah perubahan besar, ini adalah isyarat yang merupakan cambuk kecil dari TUHAN, kita harus kuat, kita harus berjuang dan memohon kekuatan dalam berjuang karena sebagai insan tidak ada daya upaya kecuali atas pertolongan-Nya, dan ingatlah kita akan kembali kepada-Nya, maka bercerminlah dan bertanyalah kepada-Nya. QS.2:186 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Hakekat manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, mereka dihidupkan dan dibekali akal  pikiran, mereka memiliki derajat paling tinggi di antara ciptaan Tuhan yang lain, di mana yang paling mendasar sebagai manusia dilengkapi sebuah keyakinan, selain akal pikiran dan perasaan, hal ini dalam upaya mempertinggi kualitas hidup selama di dunia. Di dalam menjalani hidupnya yang nyata manusia menunjukkan sebuah keragaman di dalam berbagai hal, mulai dari tampilan secara fisik, strata sosial, dan kebiasaan. Sebagai manusia juga memiliki kesamaan sebagai ciri dasar (karakteristik esensial), ini juga disebut sebagai hakikat manusia. Dengan karakteristik esensialnya inilah manusia mempunyai martabat khusus sehingga manusia berbeda dengan makhluk yang lain, contohnya manusia disebut oleh para ahli filsafat sebagai Homo Sapiens (makhluk yang mempunyai budi), Animal Rational (binatang yang berpikir),Homo Laquen, (makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun), Homo Faber, (makhluk yang terampil pandai membuat perkakas), Toolmaking Animal (binatang yang pandai membuat alat), Zoon Politicon, (makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya), Homo Economicus (makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis, Homo Religious (makhluk yang beragama). Ditambahkan lagi oleh seorang tokoh pendidikan kebangsaan Belanda yaitu, Dr. M. J. Langeveld, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable (manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik). Dalam ilmu pendidikan ini adalah unsur rohaniah sebagai syarat mutlak terlaksananya sebuah program pendidikan. Dalam situasi serta kondisi saat ini sebagai manusia harus dapat merubah diri sendiri dalam pola pikir dan tindakan, jika pikir dan tindakan yang sudah baik akhirnya dapat melakukan perubahan dalam lingkungannya (agent of change).

Manusia diciptakan TUHAN sebagai makhluk sosial (Alhujarat.13. Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikanmu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal). Memang dalam hidup bermasyarakat setiap individu menempati status tertentu, setiap individu mempunyai tujuan hidup di dunia ini masing-masing, tetapi mereka juga mempunyai tujuan hidup bersama (bermasyarakat) di dunia ini dengan sesamanya, karena adanya kesadaran diri, kesadaran sosial pada setiap diri manusia. Kita sadar bahwa melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat mengukuhkan eksistensinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh filosof Yunani Aristoteles “Manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat”, juga Ernest Cassirer menyatakan “ manusia tidak akan menemukan diri, manusia takkan menyadari individualitasnya, kecuali melalui perantaraan pergaulan sosial”. Soerjanto P. dan K. Bertens, 1983, menyatakan “Masyarakat terbentuk dari individu-individu, maju mundurnya suatu masyarakat akan ditentukan oleh individu-individu yang membangunnya”. Dengan demikian kiranya dapat diambil kesimpulan, bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang terbaik, diberikan potensi yang luar biasa dan potensi itu tidak diberikan kepada makhluk lain. Namun apabila manusia tidak bisa mengembangkan potensi yang dimiliki itu  bisa saja manusia menjadi lebih rendah dari makhluk lain. (Qs.1:179, “……..mereka (manusia) punya hati tapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka punya mata tapi tidak dipergunakan untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), mereka mempunyai telinga tapi tidak dipergunakan untuk

(mendengar ayat-ayat Allah). mereka itu sama dengan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang yang lalai”).

Wabah pandemi berupa virus corona atau dikenal covid-19, kiranya dapat membuka mata dan hati kita untuk semakin mendekatkan diri pada Robb Sang Maha Hidup, mungkin ini sebuah teguran terhadap manusia sebagai makhluk bumi yang telah lalai, atau ini cara Tuhan mengurangi populasi sebagai upaya keseimbangan wallohu ‘alam bisyowab. Sebagai manusia yang punya keimanan tentunya melihat pandemi ini sebagai ujian, sebab pandemi ini tidak menimpa secara personal, kelompok atau bangsa Indonesia saja tetapi menimpa seluruh penduduk dunia, lalu bagaimana sikap kita ..?,  mengutip pernyataan satgas covi-19 bahwa memerangi pandemi ini tidak bisa sendiri-sendiri harus melibatkan semua pihak atau dengan istilah “pentahelix” yaitu semua unsur harus bersatu padu. Sampai saat ini asal muasal virus corona belum jelas, bahkan mutasinya sungguh sangat membahayakan, dulu yang tersasar usia risti, kini bayipun bisa tersasar hingga terkapar, bahkan mati. Berbagai upaya penanggulangan dilakukan oleh pemerintah melalui para nakes yang setiap hari berjibaku mulai dari dokter, perawat dan tenaga nakes penunjang lainnya, meraka siang malam tiada lelah demi mengatasi wabah ini dengan program vaksinasi, ditambah fasilitas rumah sakit yang sudah tidak dapat menampung lagi, sehingga pemerintah menggunakan berbagai sarana perawatan untuk mereka yang terindikasi positif, kita ketahui wabah ini telah merenggut puluhan ribu jiwa di Indonesia dan jutaan manusia di seluruh dunia, sampai-sampai mayatpun antri di pemakaman. Ini adalah pandemi yang sangat dahsyat dan menakutkan sehingga kita harus bersatu padu mengatasinya, tidak cukup dengan nakes yang ada, tetapi butuh bantuan relawan-relawan sesuai dengan profesinya. Kita ketahui bersama wabah pandemi ini menerpa kepada semua manusia, tidak membedakan ras maupun suku, bangsa atau agama, usia, strata kaya atau miskin, buktinya cukup banyak para pemimpin bangsa ini, tokoh agama, meninggal dunia, orang kaya dan miskinpun demikian, tetapi sungguh sangat disayangkan karena masih ada sekelompok orang yang tidak percaya dengan adanya virus corona.

Hari demi hari banyak keluarga dibuat porak-poranda, karena adanya di antara keluarga meninggal dunia tanpa adanya kata-kata perpisahan alias mati mendadak, kemudian tidak bisa memandang wajah jenazah, karena saat meninggal dinyatakan positif covid sehingga langsung diproses sesuai dengan protokol covid pemakaman, dan bahkan sanak keluargapun tidak dapat mengantarnya ke peristirahatan terakhir. Sehingga menimbulkan rasa duka dan kehilangan yang sangat mendalam, orang tua yang membimbing dan mengarahkan dalam hidup kini telah tiada, istri atau suami, anak dan kekasih telah banyak direnggut dengan adanya wabah corona, apakah ini sebuah kebetulan ataukah sebuah taqdir, sebagai orang yang beriman tentunya kita sandarkan semua itu kepada Tuhan pencipta alam, kita hanya bisa dan siap menerima. Sisi lain kehilangan anggota keluarga, ternyata dampak pandemi ini menyasar  juga dibidang usaha, banyak pengusaha (businessman) juga hancur hingga gulung tikar, sampai akhirnya banyak orang putus asa hingga akhirnya mengakhiri hidupnya dengan sengaja, karena bingung melihat masa depannya. Akhirnya kembali lagi kepada kekuatan keimanan masing-masing yang dapat mengendalikan itu semua dengan menanamkan rasa kesabaran yang penuh dengan keikhlasan. Pemerintah saat ini bekerja keras untuk mengatasi pandemi dengan berbagai cara, selain merenggut banyak jiwa pandemi ini juga merusak tatanan kehidupan, mulai dari kehidupan sosial, perekonomian sampai dunia pendidikan, mari bangkitkan emosi kita, asah potensi kita demi bangsa Indonesia ke depanya lebih baik. Tautkan setiap usaha kita selalu kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui do’a, dan jangan lupa lakukan usaha nyata (lahiriyah) selama kita masih hidup di dunia. Saat ini risiko terpapar covid-19 semakin besar, penambahan masyarakat yang terkonfirmasi positif  Covid-19 semakin banyak. Ada beberapa hal yang harus dipahami untuk menjaga diri, keluarga dan masyarakat dari pandemi ini. Berbicara masalah pandemi tidak dapat dipisahkan  antara aspek medis & spiritual, keduanya harus seiring sejalan, atau dengan istilah “JANGAN MENGEDEPANKAN SALAH SATU”. Kalau ini kita lakukan, misalnya hanya mengandalkan MEDIS saja, maka yang terjadi adalah sebuah KESOMBONGAN. Sebaliknya jika hanya mengandalkan SPIRITUAL SAJA, maka yang terjadi adalah KEBODOHAN. Ingat KITA PUNYA TUHAN.

Wabah penyakit yang muncul saat ini termasuk covid-19, disebut dengan istilah SELF LIMITING DISEASE (Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto), yaitu penyakit yg bisa disembuhkan oleh diri sendiri dengan catatan jika imunitas atau daya kekebalan tubuh kita kuat dan baik. Inilah senjata utama untuk menghadapi covid-19 secara lahiriyah,  dalam Islam selalu menganjurkan ber-ikhtiar dalam rangka meningkatkan imunitas secara Medis dan Spiritual.

Kita ketahui usaha atau Ikhtiar secara Medis diantaranya:

  1. Melakukan istirahat cukup, tidur tidak larut malam
  2. Mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang, dengan perbanyak minum air, ada anjuran minimal 1,5 liter perhari.
  3. Melakukan aktivitas berupa olahraga secara rutin dan ringan, juga mengonsumsi vitamin dan suplemen lainnya yang berguna untuk meningkatkan imunitas.

Hal di atas merupakan usaha agar IMUN naik, namun belumlah cukup kalau IMAN tidak kita naikkan, berikut ikhtiar secara Spiritual: 

  1. Perbanyak membaca atau mendawamkan Istighfar, jika dilakukan dengan rutin akan membuat hati bersih (mohon pengampunan), hal ini dapat menstimulus sistem imun meningkat. (QS. Al-Anfaal:33 “Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun.”).
  2. Perbanyaklah Sedekah/Shodaqoh (memberikan sesuatu kepada orang lain atau kepada yang membutuhkan), dalam situasi seperti saat ini sangatlah baik. Sebuah studi yang dilakukan oleh Jorge Moll dari National Institutes of Health, “bahwa ketika seseorang melakukan donasi atau sedekah, beberapa area di otak yang terkait dengan kenyamanan, koneksi sosial, dan rasa percaya, turut aktif sehingga menciptakan efek positif terhadap perasaannya, juga membuat otak melepaskan hormon endorfin, memproduksi hormon dopamin serta oksitosin yang mampu meningkatkan imunitas tubuh dan mengurangi stres. Dalam Islam disebutkan bahwa “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan.”
  3. Kita harus sabar terhadap rencana Tuhan ini. Sabar disini adalah tetap berusaha atau ber-ikhtiar melakukan tindakan dalam rangka pencegahan bukan hanya berpangku tangan. Didalam Islam telah mengajarkan bahwa Sabar dan Sholat sesungguhnya menjadi kunci utama peningkatan sistem imun, sebagaimana yang tertuang dalam firman-Nya “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah SABAR dan SHOLAT sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al Baqarah 153).
  4. Ingatlah kepada Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa dengan berdzikir (QS. Arr’du:28 …yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram).
  5. Berdoalah dengan terus menerus (mohon perlindungan, kesehatan, keberkahan) tanpa Henti, hilangkan rasa stress dan buatlah bahagia, munculkan hormon kebahagiaan. (HR. Al-Hakim “Tidak ada yang dapat mencegah takdir, kecuali doa.

Selain dua hal diatas dalam rangka meningkatkan IMUN dan IMAN, adalah menerapkan PROKES dengan baik sebagai anjuran pemerintah yaitu:

  1. Selalu Memakai Masker (melindungi fisik), Berdzikir (melindungi Lahir dan Batin).
  2. Selalu Mencuci Tangan, sertai Ringan Tangan dengan melakukan sedekah, rajin menengadahkan tangan yaitu dengan berdoa, terutama ditempat dan waktu yang mustajabah.
  3. Selalu Menjaga Jarak, menjauhi Kerumunan, juga Jauhi Kemaksiatan.
  4. Berusaha membatasi Mobilitas, tetapi jangan lupa Sholat (dapat ke Masjid yang menerapkan protokoler kesehatan dengan ketat).

Dengan adanya pandemi ini terselip hikmah yang patut kita renungkan:

  1. Adanya pandemi ini membuka mata kita bahwa hidup ini sangat berharga, bahkan lebih berharga dari emas dan berlian, kekuasaan, jabatan, kesohoran atau popularitas semuanya tidak dapat menggantikan hilangnya anggota keluarga. Mari kita hargai hidup ini.
  2. Usia kita sebagai manusia sangatlah singkat dan cepat berlalu. Mari gunakan waktu dengan sebaik-baiknya. (Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi) 
  3. Janganlah kita hanya mengandalkan kemampuan manusia (para dokter, tenaga kesehatan dan semua yang terlibat dan berjibaku membantu sesama dalam rangka mengatasi virus ini. Namun harus kita tahu bahwa akhir dari hidup ini ditentukan oleh Alloh Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Hidup ini singkat, mari banyak berbuat baik, apalagi ditengah pandemi ini saling membantu sesama (makanan, obat, vitamin), juga  jaga diri agar tidak tertular dan menularkan, agar hidup ini menjadi berkah.

Hakekat hidup manusia adalah sebagai hamba yang menghamba kepada-Nya, yaitu meminta melalui do’a, apalagi di tengah pandemi saat ini, ada doa yang lekas terkabul adapula doa yang tertunda, itu semua hak prerogatif Allah Tuhan Yang Maha Esa, sebagai manusia tidak bisa memaksa apalagi menggerutu atas keputusan-Nya. Lalu bagaimana seharusnya kita sebagai manusia, apakah kita marah, kecewa, atau mungkin sakit hati kepada Allah sehingga tidak percaya ?, karena doa kita tidak dikabulkan. Ini adalah tindakan yang salah. Sebagai orang yang ber-Iman ini sebagai ujian dalam hidup, dan jika kita bereaksi seperti diatas, maka itu adalah kegagalan hidup. Memang tidak mudah menerima hal tersebut hanya imanlah yang akhirnya bisa menerima, yang dilandasi dengan kesabaran dan kaikhlasan. Akhir tulisan ini saya mengajak, mari tingkatkan IMUN, IMAN laksanakan PROKES demi kesehatan kita, keluarga kita, dan lingkungan kita. SALAM SEHAT, SEHAT INDONESIA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Tantangan Internet untuk Perubahan Pendidikan

Sab Sep 4 , 2021
OPINI 04 September 2021 Oleh: Tri Hidayati Dosen Prodi Teknik Informatika Universitas Pamulang “Education has evolved beyond the four walls of a classroom, it has become a compulsory phenomena of constant acquisition of knowledge geared towards solving immediate problems and this was possible because education transformed itself to becoming accessible […]

You May Like