KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN (KRIMINOLOGI) DI INDONESIA

OPINI

09/05/2024

Oleh: MUHAMMAD FATURROHMAN

statue of a thinking man
Photo by Efrem Efre on Pexels.com

Kedudukan filsafat dalam nilai aksiologi ialah mampu menambahkan nilai etika dan estetika kedalam ilmu pengetahuan. Yang di maksud etika ialah moral, adat dan kebiasaan. Etika bisa di artikan baik dan buruk tergantung siapa yang melakukannya. Tetapi ketika ia mempunya etika dan adab dalam ilmu pengetahuan, ia akan menjadi orang yang sangat rendah hati dan tidak sombong. Seperti ilmu padi, ketika seseorang mempunyai adab dan etika, maka semakin berisi semakin menunduk. Maka dari itu, orang yang mempelajari aksiologi cenderung memperhatikan hal aksiologi sebagai landasan agar tidak arrogant. Sedangkan nilai estetika yang dimaksud ialah menambahkan warna di dalam karya nya itu sendiri, yang di tampung oleh pikiran dan di tuangkan dalam karya berupa buku, lukisan dan lain sebagainya.

Menurut saya, nilai estetika bisa menjadi jelek kalau seseorang itu tidak mempunyai etika dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Adab, kebiasaan dan norma juga harus di perhatikan ketika mengembangkan ilmu pengetahuan. Pengetahuan sifatnya luas, jika seorang itu sombong, maka ia akan kalah dengan dirinya sendiri dan membuat nilai estetika nya itu menjadi jelek. 

Nilai pengetahuan dalam pembahasan hal ontologi, ialah bersifat ada. Ada yang dimaksud ialah jelas, bisa di rasakan oleh citra indera. Baik itu penciuman, rasa, kulit, pendengaran, dan mata. Hal ini bersifat penting karena pengetahuan filsafat juga harus bersifat empiris, jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Seorang filsuf harus mempertanyakan secara lugas, logis, dan kritis mengenai hal apapun, maka dari itu tidak sedikit seorang filsut adalah seseorang yang pemikirannya kritis, sistematis dan logis. Di karnakan mereka harus jelas dan konkrit mempertanyakan hal yang ”ada”.

Menurut saya, filsafat, ilmu, dan kriminologi adalah keterkaitan yang tidak dapat di pisahkan. Karena pada dasarnya filsafat adalah pemikiran yang jelas, lugas, dan konkrit mengenai sesuatu hal yang ingin di percaya, ilmu merupakan bentuk pengaplikasi an terhadap kalangan masyarakat di dunia. Dan ilmu sifatnya empiris, artinya yaitu dapat dipertanggungjawabkan isi dan bentuknya. Sedangkan kriminologi ialah kajian yang membahas mengenai proses, motif, dan penyebab mengapa orang itu menjadi korban dan kriminologi juga mempelajari tentang reaksi masyarakat ketika ada suatu kejadian tindak kriminal terjadi. Peran penting bagi mengembangkan teori kriminologi ialah mempunyai pemikiran kritis dan refleksi. Dalam filsafat juga sangat membantu dalam mengidentifikasi kelemahan dan batasan yang terjadi di lapangan, hal ini juga berdampak positif bagi perkembangan mengatasi kriminalitas di indonesia maupun di dunia.

Nilai epistimologi adalah bentuk pengertian ”Pengetahuan”. Bentuk contoh nilai epistimologi ini ialah bagaimana kita memperoleh pengetahuan. Seperti kita memikirkan bagaimana kursi dan meja itu bisa tercipta, dan masih banyak hal lainnya. Epistimologi juga membahas tentang sumber, proses, syarat, dan hakekat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bahwa hal itu sungguh sungguh dan benar benar terjadi yang bisa kita lihat secara langsung dengan mata maupun perasaan. Di dalam penjelasan epistimologi ini, dosen saya juga menyebutkan bahwa sifat sesungguhnya epistimologi ialah suatu pemikiran yang apabila benar benar dipikirkan lewat pemikiran dan masuk ke akal dan logika, itulah epistimologi atau pengetahuan. Jujun S. Sumantri mendefinisikan mendapatkan ilmu dengan menggunakan berbagai kemampuan seperti rasio, indera, dan intuisi. Rasio atau rasional adalah hal yang bisa diterima dengan akal manusia, indera ialah hal yang nyata dan bisa di rasakan oleh tubuh manusia. Dan intuisi ialah insting manusia yang bisa memprediksi benar atau salah melalui kecerdasan intelektual.

Maka tidak jarang seorang filsuf adalah seorang pribadi yang mempunyai kecerdasan intelektual yang sangat tinggi, mereka cenderung tidak akan mudah percaya akan hal hoax dan hal yang belum pasti kejelasannya. Tidak sedikit seorang filsuf juga merupakan seorang atheis, dikarnakan mereka terlalu memikirkan hal yang sifatnya di luar batas pemikiran dan pemahaman akal dan logika diluar kendali manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

KETAULADANAN AKHLAK NABI MUHAMMAD SAW TERHADAP GENERASI MILLENIAL SAAT INI

Kam Mei 9 , 2024
OPINI 09/05/2024 Oleh: M. FATURROHMAN Seperti yang kita ketahui bersama, sifat keteladanan atau ketauladanan rasulullah adalah sifat sabar dan pemaaf. Ada suatu kejadian rasulullah di lempar kotoran ketika hendak pergi shalat ke masjid dan melewati jalan yang aksesnya hanya ada satu jalur. Rasulullah ketika di lempari kotoran tidak membalas dan […]
photo of crowd of people gathering near jama masjid delhi

You May Like